Wawasan Palopo – Kasus dugaan pelecehan yang melibatkan seorang dosen di salah satu perguruan tinggi di Kota Palopo menuai sorotan publik. Laporan yang diajukan mahasiswa korban dugaan pelecehan kepada pihak kampus ternyata ditolak dengan alasan tidak memenuhi syarat formil maupun materil.
Kronologi Dugaan Pelecehan
Kasus ini mencuat setelah seorang mahasiswa mengaku mendapat perlakuan tidak pantas dari dosen yang diduga memiliki orientasi seksual sesama jenis. Mahasiswa tersebut kemudian melaporkan kasus ini ke pihak rektorat dengan harapan mendapat perlindungan dan tindak lanjut tegas.
Namun, bukannya ditindaklanjuti, laporan tersebut justru dikembalikan. Hal ini menimbulkan kekecewaan dari pihak mahasiswa dan keluarganya.
“Kami sudah menyerahkan kronologi dan bukti percakapan, tapi laporan itu tidak diterima. Alasan mereka, bukti dianggap belum cukup,” kata salah satu kerabat korban.
Pihak Kampus Beralasan Bukti Tidak Kuat
Pihak perguruan tinggi membenarkan adanya laporan mahasiswa terkait dugaan pelecehan oleh dosen. Namun, mereka menilai laporan itu belum dapat diproses lebih lanjut.
“Setiap laporan harus memenuhi prosedur, termasuk bukti yang kuat. Dalam kasus ini, laporan tidak memenuhi persyaratan formil, sehingga belum bisa diterima,” jelas pejabat humas kampus saat dikonfirmasi.
Meski begitu, pihak kampus berjanji tetap membuka ruang jika ada tambahan bukti yang dapat memperkuat laporan tersebut.

Baca juga: Plafon 4 Bulan Ambruk, Siswa SD di Palopo Terpaksa Belajar di Gudang Sekolah
Aktivis Pendidikan Soroti Sikap Kampus
Penolakan laporan ini mendapat perhatian dari sejumlah aktivis pendidikan dan perlindungan mahasiswa di Palopo. Mereka menilai kampus seharusnya lebih berpihak pada mahasiswa yang melapor, bukan justru menolak dengan alasan teknis.
“Ini menyangkut keselamatan dan kenyamanan mahasiswa. Jangan sampai korban justru merasa tidak terlindungi. Kampus mestinya segera melakukan investigasi internal,” kata Rina, aktivis perlindungan mahasiswa.
Tekanan Agar Kasus Ditindaklanjuti
Kasus ini mulai menyebar ke publik melalui media sosial. Banyak warganet menilai sikap kampus kurang tegas dan berpotensi menutup-nutupi masalah. Sejumlah alumni bahkan mendesak agar pihak rektorat membentuk tim independen untuk menyelidiki dugaan pelecehan ini.
“Kampus harus transparan. Jangan sampai ada praktik pembiaran. Jika terbukti, dosen bersangkutan harus diberikan sanksi tegas,” ujar salah satu alumni.
Jalan Hukum Terbuka
Meski laporan di kampus ditolak, pihak korban masih memiliki kesempatan menempuh jalur hukum. Polisi menyatakan siap menerima laporan jika mahasiswa atau keluarganya membawa bukti-bukti pendukung.
“Jika ada unsur pidana, tentu akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku,” ujar perwakilan kepolisian setempat.
Mahasiswa Butuh Perlindungan
Kasus ini menambah deretan persoalan pelecehan seksual di dunia kampus yang kerap sulit diungkap karena minimnya bukti dan keberanian korban. Aktivis menegaskan perlunya regulasi dan mekanisme perlindungan yang lebih ramah terhadap korban.
“Mahasiswa harus merasa aman di kampus, bukan sebaliknya. Kasus ini harus jadi momentum agar perguruan tinggi memperkuat sistem pencegahan dan penanganan pelecehan seksual,” tegas Rina.